Minggu, 26 April 2009

LA-LIGHTS INDIE MOVIE SHORT STORY COMPETITION

"Mau cerita lo di film-in ?
Ikutin Short Story Competition dan dapetin kesempatan bikin script
bareng script writter terkenal dalam program MEET THE EXPERTS yaitu:
Salman Aristo (writer Laskar Pelangi; Ayat-ayat cinta; Jomblo; Alexandria dll…) dan
Titien Wattimena (writer Mengejar Matahari; Bukan Bintang Biasa; LOVE; the Butterfly dll…)

Empat cerita terbaik akan difilmkan dalam bentuk film pendek berdurasi maksimal 15 menit dalam program La.Lights Indie Movie 2009."

Persyaratan pesertanya sebagai berikut:

  • Terbuka untuk umum
  • Peserta minimal umur 18thn
  • Kumpulkan short story maksimal 2 halaman folio, 1,5 spasi
  • Lampirkan dan isi formulir yang dapat didownload lewat www.la-lights.com, atau lewat email panitia la.indiemovie@gmail.com
  • Kriteria Cerita:
    • Bertema dunia anak muda
    • Tidak menampilkan tokoh dibawah 18th
    • Tidak mengandung unsur SARA dan pornografi
    • Cerita harus original bukan jiplakan
    • Belum pernah dipublish dalam bentuk apapun
    • Genre cerita : komedi, romance, suspense, atau thriller
  • Pengumpulan karya mulai 1 April 2009
  • Deadline pengiriman 1 Juni 2009
  • Setiap peserta tidak boleh mengirimkan lebih dari satu cerita
  • Empat cerita terbaik akan diumumkan Juli 2009 dalam Indie Movie
  • Keputusan juri bersifat mutlak dan tidak dapat diganggu gugat
  • Kirim Ke sekretariat :

    SET Film
    Jl. Sinabung No.4B, Kebayoran Baru
    Jakarta Selatan - 12120
    Telp. 021 727 99227/727 99226
    HP Panitia 0815 1059 4899
    Contact Person: Fira/Anunk
Info lebih lanjut, klik : LA-LIGHTS INDIE MOVIE SHORT STORY COMPETITION

Rabu, 22 April 2009

KAKAK BARU

“Indah, ini Kak Irfan. Mulai sekarang, dia akan tinggal di sini untuk sementara waktu sampai keluarganya dari luar pulau datang menjemputnya,” kata Ayah malam itu saat membawa seorang pemuda berusia sekitar delapan belas tahun ke rumah Indah.

Waktu itu Indah diam saja karena tak berani membantah ayahnya. Seandainya ia berani, tentulah ia akan menolak kehadiran Kak Irfan di rumah ini. Ia takut pada pemuda itu meski selama ini Kak Irfan selalu bersikap baik padanya.

Kak Irfan memang bukan keluarga Indah. Dia hanya seorang bekas narapidana yang mendapatkan keringanan hukuman karena berkelakuan baik. Ayah yang bekerja di tempatnya menjalani hukuman merasa kasihan karena di kota ini Kak Irfan tak punya sanak keluarga, sehingga mengajaknya tinggal bersama sampai ada kabar dari orang tua Kak Irfan yang tinggal di seberang lautan. Maklum, selama Kak Irfan dihukum di penjara, orang tuanya tak pernah membesuk. Barangkali malu, punya anak yang jahat seperti Kak Irfan.

Karena Kak Irfan pernah melakukan tindak kejahatan itulah sehingga Indah merasa was-was bahkan takut pada pemuda itu. Apalagi, selain Ayah, Indah hanya tinggal bertiga dengan adiknya yang masih TK nol besar, Adam. Ibu mereka sudah meninggal dua tahun lalu karena sakit.

Kalau Indah menolak dekat-dekat dengan Kak Irfan, Adam justru sebaliknya. Keberadaan Kak Irfan di rumah itu membuatnya senang. Ia jadi punya teman main, soalnya Kak Irfan sendiri tak merasa sungkan menemaninya bermain robot-robotan. Bahkan pemuda itu pernah membuatkan Adam layang-layang.

Karena itu, Indah hanya bisa mengawasi dari kejauhan jika Adam tengah bersama Kak Irfan. Meski ia khawatir, ia juga tak tega melarang Adam bermain bersama bekas narapidana itu. Akibatnya, ia hanya dapat mengungkapkan kekhawatirannya itu pada dua sahabatnya, Pipit dan Tati.

“Kenapa tak kau katakan saja pada ayahmu bahwa kau takut padanya?” usul Tati setelah mendengar cerita Indah.

“Mau bagaimana lagi, ayahku sangat percaya padanya. Lagipula, selama ini Kak Irfan sangat sopan dan rajin bekerja. Pembantu yang datang setiap hari ke rumah juga bilang, Kak Irfan itu rajin dan selalu membantunya. Kalau semua orang menyenanginya, apa hendak dikata,” keluh Indah.

“Atau begini saja,” sela Pipit, “kita uji saja dia. Kalau dia memang berniat tak baik, dia pasti tidak akan lulus ujian ini.”

“Ujian apa?” Tanya Tati dan Indah bingung.

“Kita uji saja kejujurannya. Dia ‘kan pernah mencuri. Jadi uji saja kejujurannya,” jawab Pipit mantap.

Indah dan Pipit saling memandang, kemudian berpaling pada Pipit lagi. Tampaknya mereka tertarik pada usul Pipit dan ingin mengetahui lebih jauh.

***

Hari Minggu pukul sembilan tepat, Irfan menyusuri jalan di kompleks tempat Indah dan Pipit tinggal. Ia hendak ke toko membeli rokok untuk Ayah. Namun di tengah jalan ia menemukan sebuah dompet kulit berisi uang cukup banyak. Dompet itu rupanya milik ayah Pipit yang rumahnya tak jauh dari sana. Sejenak pemuda itu tertegun dan tergoda demi melihat lembaran uang seratusan ribu di dalamnya. Syukurlah ia berubah pikiran dan memutuskan untuk mengembalikannya pada yang berhak.

Dari balik sebuah pohon tempatnya mengintip gerak-gerik Irfan, Indah, Tati dan Pipit muncul. Merekalah yang dengan sengaja meletakkan dompet itu di sana agar ditemukan oleh Irfan. Dengan mengendap-endap, ketiga siswi SD itu mengikuti Irfan yang hendak singgah di rumah Pipit terlebih dulu. Namun, alangkah terkejutnya mereka saat mendengar ayah Pipit membentak Irfan di ambang pintu pagar.

“Kamu jangan bohong, ya? Isi dompet ini kurang dua ratus ribu! Jangan pura-pura jujur. Kamu ‘kan yang mencopet dompet saya?” tuduh ayah Pipit.

Kak Irfan menyangkalnya. Keributan di pagi hari itu mengundang perhatian para tetangga. Setelah mengetahui duduk perkaranya, mereka malah ikut menuduh Kak Irfan mencuri. Karena Kak Irfan menolak untuk mengaku, para tetangga yang marah kemudian memukuli pemuda itu ramai-ramai. Kak Irfan yang sendirian itu tentu saja tak berkutik dikeroyok seperti itu. Ia menghiba-hiba memohon belas kasihan pada orang-orang yang marah itu.

“Ampun…. Ampun….” rintihnya dengan tubuh babak belur.

“Kenapa jadi begini?” kata Pipit panik. Rencana mereka menguji kejujuran pemuda itu malah berakhir tidak mengenakkan bagi Kak Irfan. Namun, untuk mengakui pada ayah Pipit tentang rencana tersebut, mereka juga takut.

“Aku panggil ayahku dulu,” kata Indah sambil berlari menuju rumahnya. Ia yakin, hanya ayahnya yang dapat menolong Kak Irfan dari amukan orang-orang yang main hakim sendiri itu.

Saat Indah dan ayahnya tiba di depan rumah Pipit, Kak Irfan sudah terkapar tak sadarkan diri akibat pukulan-pukulan yang diterimanya. Sementara itu, terjadi pertengkaran kecil antara ayah dan ibu Pipit yang membuat orang-orang menghentikan pengeroyokan itu.

“Bapak ini bagaimana? ‘Kan semalam Bapak yang memberi Ibu uang dua ratus ribu. Masakan Bapak lupa?” cetus ibu Pipit.

Ayah Pipit dan orang-orang yang mendengarnya terkejut. Jadi, orang yang mereka tuding itu ternyata tak bersalah! Tapi nasi sudah jadi bubur. Kak Irfan telanjur dipukuli.

***

Irfan menemukan dirinya tengah berada di kamar rumah sakit saat siuman. Saat melihat ayah Pipit yang turut membawanya ke rumah sakit, pemuda itu ketakutan dan beringsut mundur mengira dirinya akan dipukuli lagi. Untunglah ayah Indah menenangkannya dan menjelaskan bahwa mereka sudah tahu bahwa ia tidak bersalah.

Ayah Pipit juga meminta maaf karena telah menuduhnya mencuri. Kepada pemuda itu juga dijelaskan mengenai Indah, Pipit dan Tati yang pada awalnya ingin menguji kejujurannya saja, namun malah menimbulkan kesalahpahaman.

Kak Irfan tertegun saat menyadari bahwa semuanya berawal dari ketidakpercayaan Indah dan kawan-kawan terhadapnya. Ia memandang ketiga anak itu agak lama.

Ketiga sahabat tersebut ketakutan. Terutama Indah, ia mengira Kak Irfan akan memarahi bahkan memukulnya.Kalau hal itu terjadi, ia pasrah saja. Ia memang salah, telah menyebabkan Kak Irfan menjadi korban amukan para tetangga.

Di luar dugaan Indah, Kak Irfan malah mengusap kepalanya dengan lembut!

“Saya memang pernah salah jalan. Tapi sekarang saya sudah bertobat dan berjanji tidak akan mencuri lagi,” ujarnya pelan.

Indah mengangkat kepalanya dan menemukan seulas senyum tersungging di bibir Kak Irfan.

“Lain kali, jangan begitu lagi, ya?” pesan Kak Irfan.

Indah mengangguk sambil menyeka matanya yang basah. Ia berjanji dalam hati, tidak akan mencurigai Kak Irfan lagi dan akan memperlakukannya dengan baik. Kini, bagi Indah, Kak Irfan bukan lagi seorang bekas pencuri, melainkan seorang kakak yang baru ia temukan. Ia akan menyayangi dan menghormatinya sebagai seorang kakak. Dan rasanya, Indah tak berkeberatan lagi jika Kak Irfan tinggal bersamanya, Adam dan Ayah selamanya jika benar keluarga Kak Irfan menolak menerima pemuda itu lagi. Kak Irfan sudah memiliki keluarga baru lagi yang akan menyayanginya. Keluarga Indah.

Cerpen anak ini pernah dimuat di Harian Pedoman Rakyat (Makassar), Minggu 14 September 2003. Ditulis waktu saya masih belajar menulis (lagi) dan setelah saya lihat lagi, bahasanya kok banyak yang 'aneh' ya?. Ceritanya sendiri memang ‘dongeng’ banget (hari gini mungut bekas pencuri???), tapi ini salah satu cerita yang saya sukai. Saya ingin mengembangkannya menjadi skenario serial drama lepas untuk anak. Mudah-mudahan ada yang mau menerima dan membantu saya dalam mengadaptasi dan memroduksinya. Soalnya, sekarang ini sinetron untuk anak sepertinya masih kurang ya? Hehehe,bermimpi jadi pembuat film 'kan boleh?