Selasa, 20 Mei 2008

CINTA INDONESIA

Latar:
Pukul 10.30, Selasa, 20 Mei 2008 saya menonton acara "John Pantau edisi khusus Harkitnas" di Trans TV yang bertema nasionalisme. Tadinya saya pikir acara ini akan membahas nasionalisme dengan cara yang berbeda karena John Pantau mengatakan kira-kira "nasionalisme bisa diukur dari hal-hal sederhana". Setelah saya tonton, ternyata tolok ukur nasionalisme yang dimaksud memang sangat "sederhana dan simbolik" seperti hafal Pancasila atau tidak dan tebak-tebakan judul lagu perjuangan.
Apa?! Hanya itu?!
Apakah hanya dengan menghafal atau tidak menghafal Pancasila, lantas nasionalisme kita bisa diukur? Yang benar saja! Kalau hafal Pancasila tapi kelakuan tidak Pancasilais, sama saja bohong! Hal-hal sederhana sudah bisa mewakili nasionalisme kita, tanpa perlu menghafal Pancasila yang hanya jadi simbol tanpa diamalkan. Salah-salah, kita bisa jadi koruptor yang pintar di otak tapi bengis hatinya!
Karena itu, saya jadi terpikirkan untuk memublikasikan tulisan saya yang pernah dimuat di Harian "Pedoman Rakyat" di Makassar, edisi Minggu 15 Agustus 2004. Sebenarnya tulisan itu untuk menyambut Hari Kemerdekaan RI ke 59, tapi sepertinya cocok juga untuk merayakan Seabad Kebangkitan Nasional. Biar kita bisa mencintai bangsa dan negara kita dengan cara-cara paling sederhana tanpa harus tergila-gila berbahasa Inggris seperti Cinta Laura (katanya, logat bulenya keluar hanya saat diwawancarai di TV. Tapi tanpa wawancara, yang ada hanya logat Indonesia yang cukup fasih. Mendongkrak popularitas?) Atau memborong pakaian murah meriah di Mangga Dua yang sebagian besar produksi luar negeri seperti RRC (jangan-jangan terusan batik yang sedang digemari juga produksi Cina?) dan memperlakukan Bendera Merah Putih seperti kain biasa...
CINTA INDONESIA
Memang paling asyik membicarakan sesuatu yang momennya tepat. Berhubung bulan Agustus ini, Republik yang (mudah-mudahan masih) kita cintai ini bakal berulang tahun ke-59, tidak ada salahnya kita merenung, mengingat-ngingat, mengukur-ngukur dan membuktikan rasa cinta kita pada Indonesia.
Cinta Indonesia bukan sekadar ikutan upacara 17 Agustus di sekolah sambil ngomel-ngomel (karena jengkel, hari libur kok disuruh masuk sekolah) atau berpartisipasi dalam lomba-lomba seperti balap karung dan lari kelereng yang sudah jadi tradisi. Bukan pula hanya mengibarkan bendera di tiang bambu depan rumah atau hafal mati lirik lagu Jikustik eh, Indonesia Raya.
Tidak. Lebih dari itu. Kita tidak perlu bersumpah setia pada tanah air seperti yang (katanya) dilakukan oleh teman-teman kita yang ada di Aceh. Tapi kita bisa melakukan hal-hal 'kecil' yang bisa menunjukkan bahwa kita masih punya kepedulian terhadap tanah air kita, yang katanya sedang dilanda multikrisis ini.
Jadi, kalau kita memang peduli, simak saja langkah-langkah sederhana di bawah ini. Diikuti syukur, tidak diikuti juga tidak (terlalu) apa-apa. Toh masih banyak cara mencintai Indonesia sesuai kemampuan dan keinginan kita masing-masing.
1. Jaga kebersihan umum
Nah... ini dia yang sering kita abaikan. Rumah boleh bersih, bahkan sangat higienis karena dipel pakai karbol berkali-kali. Tapi kok masih buang sampah lewat jendela mobil yang sedang melaju di jalan? Idih, memangnya Indonesia itu cuma sebatas halaman rumah kita saja? Jangan begitu, ah. Kalau kita benar-benar cinta Indonesia, jaga dong, kebersihan lingkungan, termasuk jangan membuang ludah di sembarang tempat!
2. Fasih Indonesia
Ups, waktu menulis bagian ini, sebenarnya saya agak-agak gimana gitu. Soalnya, kadang-kadang saya juga suka ngomong dengan Bahasa Inggris belepotan di mana-mana. Bahkan (menurut perasaan saya) sering sok ke-Inggris-inggrisan.
Tidak ada yang salah dengan gaya omongan seperti itu. Bahkan, kalau mau maju, belajar Bahasa Inggris itu hukumnya wajib! Tapi jangan terlalu kental Inggris-nya sampai-sampai 'bau' Indonesia-nya tidak tercium lagi.
Ingat, kebanyakan dari kita itu Bahasa Indonesia-nya masih payah alias masih suka menyalahi kaidah berbahasa yang baik dan benar. Kalau bahasa sendiri saja masih belum becus, apa tidak malu cas-cis-cus dalam bahasa asing tanpa memperbaiki kemampuan berbahasa Indonesia kita?
Keren dengan bahasa asing sih sah-sah saja. Tapi kita juga harus bangga dengan bahasa sendiri, dong. Jago ngomong Inggris dan becus berbahasa Indonesia, itu baru sip!
3. Disiplin
Berapa banyak jumlah kecelakaan lalu lintas akibat ketidakbecusan pengendara kendaraan dalam mengemudi, entah itu ngebut, ugal-ugalan atau menerobos lampu merah? Seberapa sering kita dihukum gara-gara tidak mengerjakan PR?
Kalau semua peristiwa yang disebutkan di atas itu terjadi sangat sering, penyebabnya cuma satu : tidak disiplin!
Sudah ada aturan untuk mengatur dan melancarkan urusan kita, kenapa masih bandel juga? Kalau terjadi kekacauan, yang rugi bukan cuma kita, melainkan banyak pihak. Jangan kayak koruptor, deh. Karena tidak disiplin plus serakah, yang rugi orang se-Indonesia. Jadi, kalau benar cinta tanah air, disiplin dong, disiplin.
4. Bendera
Setiap bulan Agustus, bendera Merah Putih jadi laku dan dipajang di mana-mana. Tapi kok, kayak ada yang salah dengan cara kita memperlakukan bendera kebangsaan kita itu?
Bagaimana tidak salah kalau bendera itu cuma jadi hiasan, yang ketika akan dikibarkan di depan rumah, disampirkan begitu saja di pundak sebelum diikat di puncak tiang? Memangnya bendera itu handuk? Bagaimana dengan bendera di sudut kelas yang dibiarkan berdebu dan dicuci setahun sekali?
Jangan cuma marah kalau melihat bendera dibakar. Lihat dulu diri kita, sudah becus memperlakukan bendera lambang perjuangan bangsa kita atau belum?
5. Cinta produk dalam negeri
Hm, klasik juga, ya? Tapi mau bagaimana lagi, wujud cinta tanah air juga berkisar soal yang satu ini. Kalau akhir-akhir ini film Indonesia bangkit, kita boleh berlega hati karena rata-rata disambut hangat. Cuma, kebanyakan film itu masih kebarat-baratan, kurang menampilkan ciri khas Indonesia (kalau Indonesia memang punya ciri khas, sih).
Kenapa sih, kita tidak bangga dengan budaya sendiri kayak orang-orang India yang jago menyanyi dan menari itu? Mereka bangga dengan ciri khas film mereka yang musikal itu, kenapa kita tidak menggali potensi kita sendiri?
Mungkin awalnya memang agak norak kayak film India zaman dulu. Tapi sekarang, film India sudah mampu menembus pasar dunia. Indonesia kapan?
Oh iya, hampir lupa. Selama orang Indonesia masih lebih bangga pakai sepatu merek Nike jutaan perak daripada pakai produk dalam negeri (padahal pabrik Nike 'kan adanya di Indonesia juga), rasanya kecintaan pada produk dalam negeri kita masih harus dipertanyakan.
Jadi kalau masih cinta Indonesia, sering-sering dong, pakai buatan Indonesia yang berlabel Indonesia juga, termasuk nonton film Indonesia yang sangat 'Indonesia' isinya.
Sudah ah, segitu saja. Sebenarnya masih banyak cara mencintai Indonesia selain yang disebut di atas. Tapi berhubung terlalu banyak, jadi tidak bisa disebutkan semua, cukup yang sering luput dari pandangan kita saja. Kapan-kapan disambung lagi, deh. Tapi yang jelas, saya mau berteriak lantang buat Indonesia kesayangan kita ini : MERDEKA! DIRGAHAYULAH INDONESIA!

Tidak ada komentar: